Rabu, 09 Maret 2011

Paham-Paham Di Eropa 
Nasionalisme
Paham nasionalisme berkembang dari Eropa dan sejak abad ke-19 menyebar ke berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Secara etimologis nasionalisme berasal dari bahasa Inggris, yaitu nation yang artinya bangsa. Di Eropa paham nasionalisme dipicu oleh berbagai peristiwa, seperti terjadinya Revolusi Prancis, Revolusi Industri di Inggris, dan juga Revolusi Amerika. Beberapa tokoh seperti Hans Kohn, Lothrop Stoddard, dan Otto Bouer memberikan definisi tentang nasionalisme. Hans Kohn menyebutkan bahwa nasionalisme merupakan suatu paham yang menempatkan kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara dan bangsa. Lothrop Stoddard memandang nasionalisme sebagai suatu kepercayaan yang hidup dalam hati rakyat yang berkumpul menjadi suatu bangsa. Otto Bouer mengartikan paham nasionalisme muncul dikarenakan adanya persamaan sikap dan tingkah laku dalam memperjuangkan nasib yang sama, misal akibat adanya persamaan penderitaan dan kesengsaraan sebagai bangsa yang terjajah.
Dari pendapat-pendapat di atas, secara garis besar nasionalisme diartikan sebagai suatu paham atau kesadaran rasa kebangsaan sebagai bangsa yang didasarkan atas adanya rasa cinta kepada tanah air dalam mencapai, mempertahankan, mengabadikan identitas, dan integrasi kekuatan bangsanya.
Paham nasionalisme yang berkembang di Eropa tersebut pada perkembangan selanjutnya memberikan pengaruh terhadap tumbuh kembangnya nasionalisme di kawasan Asia-Afrika, khususnya di Indonesia. Paham nasionalisme di kawasan Asia-Afrika secara objektif didorong oleh berbagai faktor, di antaranya persamaan keturunan, bahasa, budaya, kesatuan politik, adat istiadat, tradisi, agama, dan lain-lain.
Konsep nasionalisme semakin berkembang dan menjadi wacana yang banyak mendapat perhatian, diperdebatkan dan dianut oleh berbagai negara di dunia setelah berlangsungnya Perang Dunia I. Negara-negara yang pertama menganut paham nasionalisme adalah Inggris, Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat. Masing-masing negara tersebut menyadari akan pentingnya semangat kebangsaan dengan didasarkan pada:
a. Keinginan untuk dapat bersatu dengan semangat kesetiakawanan yang tinggi;
b. Adanya persamaan nasib;
c. Perasaan bersatu antara manusia dengan tempat tinggalnya. Perkembangan nasionalisme Eropa berlangsung ketika terjadi pergantian tatanan kehidupan masyarakat, yaitu dari masyarakat feodal menuju masyarakat industri. Perubahan dan pergantian tersebut diawali dengan terjadinya Revolusi Industri di Inggris.
Revolusi Industri ini pada akhirnya membawa masyarakat pada sistem kehidupan kapitalis dan liberalis.
a. Inggris
Semangat kebangsaan kembali dihidupkan oleh bangsa Inggris dengan diilhami oleh semangat kebangsaan Yahudi (Ibrani) yang berkembang di Palestina pada abad ke-1 SM. Nasionalisme Inggris yang tinggi dapat terlihat pada beberapa semboyannya, seperti Right or Wrong is My Country (Benar atau Salah, Inggris adalah tetap Negeriku), Rules Britania, English Rules the Waves (Menguasai Inggris, Inggris menguasai lautan), dan The White Man’s Burden (Tugas Suci Orang Kulit Putih). Melalui semboyan-semboyan tersebut, Inggris berusaha untuk menjadi bangsa yang kuat dan memiliki imperium yang luas di dunia. Nasionalisme di Inggris sejalan dengan konsepsi kemerdekaan perseorangan serta hak-hak asasi yang berkembang dalam kekuasaan demokrasi parlementer dan tertuang dalam piagam Bill of Right (1689).
b. Prancis
Perkembangan nasionalisme Eropa setelah Inggris terjadi di Prancis.Nasionalisme di Prancis banyak diilhami oleh Revolusi Amerika 1776 dan piagam Bill of Right, Inggris. Semangat nasionalisme Prancis diwujudkan bentuk Revolusi Prancis yang terjadi pada tahun 1789. Semangat nasionalisme dalam revolusi ini bertujuan untuk menolak absolutisme raja Prancis yang banyak melakukan tindakan sewenang-wenang dalam menjalankan kekuasaannya.
c. Jerman
Di Jerman semangat nasionalisme dikobarkan di bawah kepemimpinan Raja Friederich II, Otto Von Bismarck, dan Hitler. Berbagai propaganda dikumandangkan untuk mewujudkan semangat nasionalisme di Jerman, terutama dengan membentuk sikap warga Jerman yang merasa unggul jika dibandingkan bangsa lain. Hal ini salah satunya tampak pada politik Lebensrum Jerman pada masa Hitler.
d. Amerika Serikat
Amerika sebagai salah satu koloni Inggris mengobarkan semangat nasionalismenya berdasarkan semangat kemerdekaan, kebebasan, dan toleransi yang tertuang dalam Declaration of Independence (Pernyataan Kemerdekaan) tanggal 4 Juli 1776.
Selain negara-negara yang telah disebutkan di atas, nasionalisme dianut pula oleh Bangsa Slav, Italia, Jepang, dan lain-lain. Bangsa Slav mengobarkan semangat nasionalismenya melalui gerakan Pan Slavisme-nya yang bertujuan untuk membangun kejayaan dan kebesaran bangsa Slav. Begitu pula dengan Italia, mengumandangkan semangat nasionalismenya melalui semboyan Italia La Prima (Italia sebagai Kerajaan Dunia). Adapun Jepang sebagai satu-satunya negara di Asia mencoba untuk meniru mereka dengan semboyan Hakko Iciu. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila dalam kurun waktu tersebut, Kolonialisme melanda di setiap penjuru dunia. Negara-negara Eropa saling bersaing untuk mewujudkan semboyan dengan mencari dan menanamkan kekuasaan di tanah jajahan ke kawasan Asia-Afrika, termasuk kepulauan Indonesia.
Pada awal pertumbuhannya, nasionalisme dalam kekuasaan feodal diwujudkan dalam bentuk rasa setia kepada raja, bangsawan, dan golongan gerejawan. Pada perkembangan selanjutnya, legitimasi kekuasaan seorang raja, bangsawan, dan gerejawan mulai terdesak dengan hadirnya golongan borjuis yang menguasai perdagangan dan industri. Dalam interaksinya, golongan borjuis ini menunjukkan sikap yang tidak mau terikat, mereka ingin bebas berusaha, bersaing, dan mengumpulkan keuntungan sebanyak mungkin. Lebih jauh lagi, semangat kebebasan persaingan ini kemudian melahirkan semangat liberalisme.
Semangat liberalisme ini memiliki pandangan bahwa suatu negara akan menjadi kuat bila timbul ambisi untuk mengembangkan negaranya. Upaya yang dilakukan untuk mencapai semua itu perlu didukung dengan angkatan perang yang kuat dan setelah merasa kuat, maka mereka berusaha mengembangkan diri ke wilayah lain dan terjadilah penjajahan. Sikap yang mengagungkan keunggulan suatu bangsa tertentu secara berlebihan (chauvinisme) dan sikap congkak yang tinggi tanpa memperhatikan keberadaan bangsa lain, pada akhirnya menggiring kepada semangat nasionalisme yang berlebihan.
Gejala tersebut dapat terlihat dari semboyan setiap negara Kolonialis yang dimanfaatkannya sebagai legitimasi dalam melakukan perluasaan daerah jajahan di berbagai belahan dunia.
Pada dasarnya semangat nasionalisme di satu sisi mampu mewujudkan kehidupan negara dengan semangat kebangsaan yang tinggi, namun di sisi lain semangat nasionalisme yang dilandasi sikap berlebihan menjadi salah satu faktor pendorong lahirnya semangat kolonialisme yang merugikan bangsa- bangsa di kawasan Asia-Afrika, termasuk di Indonesia. Namun pada perkembangan berikutnya, kita dapat melihat bahwa melalui nasionalisme ini pula bangsa-bangsa terjajah seperti Indonesia dapat bangkit, menentang, dan melepaskan diri dari para penjajah.
2. Liberalisme
Liberalisme merupakan suatu paham atau ajaran tentang negara, ekonomi, dan masyarakat yang mengharapkan kemajuan dibidang budaya, hukum, ekonomi, atau tatanan kemasyarakatan atas dasar kebebasan individu. Paham liberalisme muncul sebagai suatu bentuk reaksi terhadap kekuasaan raja, bangsawan, dan golongan gerejawan yang mengekang dan absolut. Keabsolutan dalam menjalankan kekuasaan tersebut pada akhirnya mampu membangkitkan semangat kaum liberalisme yang mengakui bahwa tanpa kebebasan, hidup terasa hampa.
Pada perkembangannya, paham liberalisme ini ternyata mampu menyokong hak untuk membentuk perkumpulan dan menentang ketidakadilan dan tirani.
Paham liberalisme ini muncul pada masa Renaissance, yakni suatu masa yang menggambarkan penentangan terhadap dominasi gereja. Pada masa Renaissance ini unsur sekulerisme memiliki pengaruh yang besar terhadap kehidupan manusia. Hal ini ditandai dengan adanya pemikiran-pemikiran yang mengagungkan kesadaran manusia tentang diri, yaitu bahwa segala sesuatu itu muncul tidak terlepas dari keberadaan dirinya dan mulai memisahkan antara kehidupan gereja dengan kehidupan di luar gereja. Selain itu, terdapat pula kebebasan pribadi dalam menafsirkan Injil dan individualisme dalam agama.
Pada masa Renaissance pula muncul kapitalisme dan paham-paham humanisme yang menolak posmologi (segala sesuatu ditentukan oleh Tuhan).
Munculnya paham liberalisme berhubungan pula dengan revolusi pengetahuan pada abad ke-16 dan 17. Revolusi ini sebagai suatu bukti yang menunjukkan bahwa dunia merupakan organisasi yang berjalan secara universal, otomatis, dan digerakkan oleh hukum-hukum yang sempurna. Revolusi pengetahuan atau intelektual meluas ke setiap belahan dunia Barat. Terdapat tokoh-tokoh seperti Voltaire, J.J. Rousseau, Montesquieu, Diderat, Adam Smith, dan John Locke yang mengemukakan berbagai pandangan kebebasan yang berhubungan dengan sistem ekonomi, politik, dan agama.204
a. Bidang ekonomi
Dalam sistem ekonomi, paham liberal pada awalnya dilandasi oleh pemikiran Adam Smith, yang memandang bahwa kebebasan individu untuk berusaha secara bebas tanpa adanya campur tangan pemerintah yang sedang berkuasa.
Dengan konsep pemikiran Smith tersebut pada akhirnya mendorong manusia pada kehidupan yang individualis dan materialis. Konsep pemikiran tersebut semakin berkembang dan mendapat banyak dukungan, seperti dukungan dari David Ricardo dan John Stuart Mill.
b. Bidang politik
Dalam bidang politik, paham liberalisme memberikan pengaruh terhadap perkembangan paham demokrasi dan nasionalisme. Di kawasan Eropa, paham liberalisme ini ditandai dengan semakin ketatnya persaingan untuk mencari kekuasaan politik dan perluasan wilayah kekuasaan. Bagi kaum liberal, tujuan utama pemerintahan adalah untuk menegakkan kebebasan, persamaan, dan keamanan bagi seluruh rakyat. Semua tindakan pemerintah yang berhubungan dengan rakyat harus berdasarkan proses hukum. Negara liberal bukan negara Tuhan, negara absolut, negara diktator militer, ataupun negara komunis fasisme.
Adapun bagi negara-negara yang masih terjajah, paham liberalisme ini membantu bangsa tersebut dalam mewujudkan kebebasan dalam membentuk pemerintahan sendiri dan terbebas dari tekanan bangsa lain. Paham liberalisme ini berhubungan erat dengan semangat nasionalisme negara-negara terjajah.
c Bidang agama
Liberalisme memberikan pengaruh kepada setiap individu untuk menentukan pilihannya sendiri dalam memeluk agama. Padahal sebelumnya, individu berkewajiban untuk mengikuti agama yang diyakini oleh rajanya. Segala aspek kehidupan harus selalu dikembalikan berdasarkan keputusan yang diberikan pihak gereja. Selain itu, paham liberalisme yang melahirkan humanisme memberikan kebebasan manusia untuk berfikir tentang eksistensi individu dan mengesampingkan peranan Tuhan.
3. Sosialisme
Paham lain yang berkembang dan berpengaruh di Eropa pada abad ke-19 adalah paham sosialisme. Apabila paham liberalisme menginginkan kebebasan individu untuk berkreativitas dan mencari keuntungan pribadi lepas dari campur tangan pemerintah, maka sosialisme merupakan suatu paham yang digunakan untuk memikirkan bagaimana cara yang tepat untuk mencukupi keperluan rakyat agar dapat hidup layak. Sosialisme ini mendukung suatu sistem ekonomi yang mengarah pada kesejahteraan umum. Dengan kata lain, paham sosialisme bertujuan untuk membentuk kemakmuran bersama melalui usaha kolektif yang produktif di bawah kendali dan campur tangan pemerintah. Dengan demikian, dalam paham sosialisme kebebasan individu dibatasi dan mengutamakan pemerataan kesejahteraan bersama.
Paham sosialisme ini muncul sebagai reaksi terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan yang ditandai dengan pertentangan dan ketimpangan kelas-kelas sosial yang ada pada negara feodal. Pemikiran terhadap paham sosialisme ini berkembang di beberapa negara Eropa dengan didukung oleh beberapa tokoh, sebagai berikut.
a. Saint Simon (1760-1825), seorang bangsawan dan tokoh sosialis yang menginginkan agar golongan pekerja dapat mengikuti yang terjadi dalam perkembangan masyarakat, terutama perkembangan ilmu pengetahuan dan industri. Bagi Saint Simon, golongan pekerja memiliki peranan yang besar dalam memajukan pembangunan bangsa, khususnya kemajuan bidang ekonomi. Adapun kaum bangsawan yang feodal hanya dianggap sebagai parasit yang menghambat perkembangan masyarakat. Dengan demikian, yang berhak untuk mengendalikan kepemimpinan negara bukanlah kelas atas (raja atau bangsawan), tetapi golongan pekerja.
b. Robert Owen (1771-1858), seorang tokoh dan pengusaha dari Inggris yang mengembangkan pemikirannya untuk meningkatkan taraf hidup para pekerjanya. Melalui tulisannya A New View Society, An Essay on The Formation of Human Character mengemukakan bahwa lingkungan sosial memiliki pengaruh dalam pembentukan watak manusia. Oleh karena itu, kesejahteraan hidup manusia, dalam hal ini pekerja perlu diperhatikan dan ditingkatkan. Untuk mewujudkan pemikirannya tersebut, Owen membangun rumah-rumah bagi buruhnya lengkap dengan fasilitas seperti toko-toko dan tempat rekreasi, memprakarsai gerakan koperasi, dan melarang anak di bawah umur 10 tahun untuk bekerja.
c. Charles Fourier (1772-1837) menyatakan perlu suatu wilayah tertentu sebagai tempat tinggal yang memudahkan mereka saling berkomunikasi dan bekerja sama. Dengan sistem ini lama-lama kehidupan mereka menjadi seragam.
d. Karl Heinrich Marx (1918-1883). Isi tulisan Marx mengenai perjuangan kelas dan merencanakan aturan kelas baru yaitu proletar. Bagian penting dari platformnya, antara lain penghapusan hak milik atas tanah, alat-alat produksi milik negara, dan penghapusan hak milik waris. Dengan demikian, perbedaan kelas tidak ada lagi. Menurut Marx, sistem kapitalisme telah membuat ekonomi menjadi terlalu penting dan manusia telah dimanfaatkan oleh proses industrialisasi sebagai komoditi ekonomi belaka.
Perlakuan yang tidak manusiawi itulah yang telah mendatangkan keuntungan bagi perusahaan atau pabrik. Dalam bahasa ekonomi, Marx menyebutnya dengan Surplus Teori. Selanjutnya Marx mengeluarkan teori nilai buruh.
Menurut teori ini, jam kerja buruh harus diimbangi oleh makanan-makanan dan tempat tinggal pekerja yang layak untuk mempertahankan kehidupannya.Tujuan Marx, para kapitalis harus dapat membayar upah buruh dengan nilai yang tepat.
e. Frederich Engels adalah seorang penganut sosialis dari Inggris yang bekerja keras memperjuangkan ideologinya bersama-sama dengan Karl Marx. Pemikirannya dituangkan ke dalam buku yang berjudul Das Kapital.
4. Demokrasi
Demokrasi secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos yang artinya rakyat dan Kratia yang berarti pemerintahan. Dengan demikian, demokrasi adalah pemerintahan rakyat. Istilah itu dipakai oleh Yunani dengan melibatkan seluruh warga negaranya dalam pengambilan kebijakan. Sistem yang dianut masyarakat Athena ini dikenal dengan sebutan demokrasi langsung.
Gambaran demokrasi yang dijalankan oleh Yunani disebabkan oleh faktor kesederhanaan sistem yang dijalankan, jumlah penduduk yang ada dalam sistem pemerintahan tersebut, dan cakupan wilayah yang terbatas. Untuk kondisi seperti sekarang ini, demokrasi langsung seperti apa yang dijalankan oleh Yunani diganti dengan demokrasi yang sifatnya tidak langsung atau perwakilan. Paham demokrasi mengalami perkembangan yang meluas hampir ke seluruh pelosok negara-negara Eropa, terutama ke Inggris dan Amerika. Kapitalisme lahir dari perkembangan paham liberalisme dibidang ekonomi, sementara demokrasi lahir dari perkembangan sistem liberalisme dalam bidang politik. Setelah Perang Dunia II, konsep atau pemikiran demokrasi dipahami secara berbeda oleh negara-negara adidaya dan sekutunya. Menurut negara-negara Barat, demokrasi dipahami sebagai suatu asas kebebasan individu, seperti kebebasan dalam hal memilih, kebebasan pers, kebebasan mengadakan perkumpulan politik, kebebasan beragama, berpikir dan mengeluarkan pendapat, dan lain sebagainya. Sebaliknya kaum komunis menganggap demokrasi sebagai upaya atau gerakan penghancuran terhadap sistem kapitalisme. Negara tetap harus menguasai sistem perekonomian bukan pada individu atau golongan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar